Mitrapolitika.com, Jakarta – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pijar Keadilan Demokrasi dan Forum Pergerakan Keadilan Masyarakat Papua (FPKMP) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kementerian PUPR Ditjen Cipta Karya, Jakarta Selatan, Kamis (19/2024).
Mereka menuntut penyelesaian ganti rugi atas perampasan hak ulayat laut milik Bapak Dominggus Ireeuw (Suku Ireeuw) dan Rizal Muin terkait proyek pengembangan kawasan permukiman nelayan di Hamadi, Jayapura, yang dimulai sejak 2017.
Proyek yang berada di bawah Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman Strategis Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR tersebut, menurut massa aksi, hingga kini belum memberikan kompensasi yang dijanjikan.
H. Rizal Muin, Wakil Ketua LSM Pijar Keadilan Demokrasi, memimpin aksi ini dengan membawa aspirasi masyarakat hukum adat Papua yang merasa hak-haknya telah diabaikan.
LSM Pijar Keadilan Demokrasi menegaskan bahwa masyarakat hukum adat di Indonesia, termasuk di Papua, memiliki hak konstitusional yang diakui dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
Hak ulayat dan hak-hak tradisional lain dari masyarakat adat wajib dihormati oleh negara sepanjang masih sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Pengaturan mengenai hak ulayat juga diatur dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat terkait tanah dan sumber daya agraria.
Dalam kasus ini, tanah ulayat milik Suku Ireeuw di Tobati Engross, Jayapura Selatan, diduga dirampas tanpa adanya ganti rugi yang memadai.
Sejak proyek pembangunan Jerambah Beton untuk kawasan nelayan di Hamadi dimulai pada 2017, proses pembebasan tanah belum diselesaikan, mengakibatkan ketidakadilan bagi masyarakat adat setempat.
Massa aksi mendesak agar Menteri PUPR segera melakukan pembayaran kompensasi atas tanah milik Dominggus Ireeuw dan Rizal Muin yang terdampak proyek tersebut.
Mereka juga menekankan bahwa pemerintah harus mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat, terutama terkait tanah ulayat yang merupakan hak turun-temurun masyarakat asli Papua.
Hak ulayat masyarakat adat Papua telah diatur secara jelas dalam berbagai peraturan, termasuk Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dan sejumlah Peraturan Daerah Khusus (Perdasus).
LSM Pijar Keadilan Demokrasi menuntut agar regulasi tersebut dijalankan dengan sungguh-sungguh untuk memastikan hak-hak masyarakat adat terlindungi.
LSM tersebut mengingatkan bahwa keberpihakan pemerintah untuk melindungi hak-hak masyarakat adat adalah amanat konstitusi.
Namun, praktik yang terjadi di lapangan menunjukkan adanya mafia tanah yang justru merampas hak masyarakat hukum adat.
Mereka menilai, matinya keadilan di tanah Papua harus segera diatasi dengan langkah-langkah tegas dari pemerintah.
“Matinya keadilan di tanah Papua harus segera diatasi. Pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap persoalan ini. Hak masyarakat hukum adat atas tanah harus dihormati dan dijaga demi keadilan dan keberlanjutan kehidupan masyarakat adat di Papua,” tegas LSM Pijar Keadilan Demokrasi dalam pernyataannya.
Aksi ini diakhiri dengan seruan agar pemerintah segera merealisasikan pembayaran ganti rugi yang adil dan melindungi keberlanjutan kehidupan masyarakat adat Papua, yang sangat bergantung pada tanah dan sumber daya alamnya. (Yape Gulo)